Alhamdulillah anak kedua saya sudah lahir pada tanggal 23
september lalu.
Kalau bisa disimpulkan, kehamilan kedua ini ada beberapa drama dibanding
kehamilan sebelumnya. Mulai dari sempat pendarahan pada awal-awal kehamilan,
hamil saat masa pandemi sehingga agak khawatir, anemia sampai harus di infus venofer
hingga 3X, lalu di ujung trimester 3 ternyata posisi bayi masih belum optimal.
Oh iya, sebelum lupa, saya mau cerita nih kalau selama
kehamilan ini, ada aplikasi yang sangat membantu saya, namanya The Asian
Parent. The
Asian Parent juga bisa diakses melalui web di https://id.theasianparent.com/. Dengan aplikasi ini, saya bisa tahu perkembangan janin didalam kandungan saya setiap minggunya. Selain itu, terdapat
banyak artikel seputar kehamilan yang bisa saya baca. Saya juga bisa mencari info dengan bertanya ke sesama mommy pengguna aplikasi The Asian Parent melalui postingan pada aplikasinya.
Bahkan setelah lahir pun, aplikasi ini masih sering sekali saya gunakan untuk
melihat tumbuh kembang anak, seputar pernikahan, resep mpasi, dan lain-lain. Pokoknya
aplikasi ini recommended banget deh. Satu aplikasi tapi semua ada disana.
Oke, back to the topic ya…
Jadi, pada awal kehamilan itu memang saya merasakan mual
yang lebih parah daripada hamil pertama. Bawaannya lemes, badannya seperti
tidak ada tenaga. Saat itu suami masih sibuk kerja di kantor karena belum work
from home akibat pandemi, dan saya juga sambil mengurus anak pertama saya yang
berusia 3 tahun yang aktif sekali, sehingga awal kehamilan hingga trimester 2
terasa sangat melelahkan.
Memasuki trimester ke 3, saya mengalami sakit kepala yang parah, dan badan saya
demam selama beberapa hari. Saat periksa ke dokter ternyata HB saya rendah. Oleh dokter, saya didiagnosa anemia. Karena kehamilan saya sudah lebih
dari 30 minggu, yang mana sudah mepet untuk meningkatkan HB dengan cara alami
yang cenderung lama, akhirnya saya harus di infus Venofer. Infus ini berisi zat besi
yang dapat secara cepat menaikan HB, dan saya harus diinfus sebanyak 3X, setiap minggunya 1X.
Saat itu dokter juga menganjurkan untuk makan besar 4X sehari, makan telur
sampai 6 butir sehari, makan buah bit, daging merah, hati ayam, dan lain-lain. Saat didiagnosa anemia, paniklah saya, saya cari tahu di internet dan saya
menemukan artikel yang saya baca di https://id.theasianparent.com/bahaya-anemia-pada-ibu-hamil/ bahwa anemia tidak boleh dianggap sepele karena banyak resiko yang mengintai,
bahkan jika parah bisa menyebabkan kematian pada ibu hamil ataupun janin.
Saya mengingat-ingat apa yang terjadi selama kehamilan kali ini. Ternyata makan
saya berantakan. Berantakannya benar-benar cuma makan seadanya. Saya juga
heran, kenapa hamil kedua ini tidak terlalu nafsu makan. Berat badan saya juga
naiknya seret. Padahal pada hamil pertama, apa saja saya makan. Alhamdulillah setelah infus venofer dan makan besar sesuai anjuran dokter,
berat badan saya naik cukup banyak.
sumber : instagram @theasianparent_id
Oh iya moms, tapi jangan dikira kalau BB naik sedikit berarti BB janin juga kurang
ya.. Itu bukanlah menjadi patokan atau tolok ukur. Pada kasus saya, BB janin
bagus. Bahkan pada saat saya didiagnosa oleh dokter menderita anemia, BB janin
sesuai. Cuma kata dokter, yang perlu diperhatikan adalah, BB janin cukup bukan
berarti nutrisi nya juga cukup. Karena kalau ibunya anemia, yaa kemungkinan
besar janin juga anemia. Karena dia mau ambil nutrisi darimana kalau ibunya
saja kurang nutrisi?
Begitu mendengar apa yang dibilang dokter, saya langsung merasa sedih dan
bersalah banget sama baby dalam perut. T.T
Namun dokter juga memberikan kabar baik
bahwa untungnya pas trimester 3 ini janin lagi banyak-banyaknya menyerap
nutrisi. Jadi kalau dibenerin secepatnya dari cara makan dan dengan infus
venofer, Insya Allah nutrisinya bisa terkejar.
Setelah drama anemia, ternyata kekhawatiran saya masih berlanjut. Ternyata
posisi janin saya masih posterior. Berdasarkan artikel yang saya baca di https://id.theasianparent.com/oksiput-posterior/
posisi janin posterior itu biasa disebut dengan posisi bayi telentang, dimana
posisi punggung bayi berada di punggung ibu. Posisi ini dinilai kurang optimal
karena seharusnya posisi yang optimal untuk melahirkan secara pervaginam adalah
posisi anterior. Kondisi ini bisa terjadi karena berbagai faktor, misalnya
postur tubuh yang kurang baik selama hamil seperti kurang gerak, ataupun bisa
juga dari rongga panggul yang sempit, dan lain-lain. Dokter mengatakan supaya
saya tetap tenang dan jangan panik, karena posisi janin masih bisa berubah
hingga menjelang persalinan. Beliau menganjurkan saya untuk sering jalan kaki, perbanyak posisi sujud, dan juga sering afirmasi ke baby supaya berputar ke
posisi yang tepat.
Usia kehamilan 38 minggu berlalu, 39 minggu berlalu, masih
belum ada kontraksi ataupun tanda-tanda persalinan. Ternyata posisi kepala bayi
masih belum pas juga, sehingga belum nekan banget kebawah, jadi mesti dibuat
kontraksi dulu biar ada dorongan kebawah. Padahal saya sudah melakukan segala
cara dari rutin jalan kaki, nungging, sering berhubungan badan, senam hamil,
latihan nafas, sampai afirmasi terus ke baby, tapi sepertinya memang baby masih
betah didalam.
Akhirnya dengan pertimbangan BB janin yang sudah hampir
menyentuh 3,5 kg, dan usia kehamilan yang dinilai sudah matang yaitu 39 minggu,
maka dokter memberi opsi untuk induksi. Saya yang sudah ngeri-ngeri sedap
membayangkan lahiran normal dengan BB janin besar, langsung memutuskan untuk setuju induksi.
Setelah tes swab (ya, di masa pandemi, yang akan melahirkan
dan mendampingi diwajibkan tes swab), dan melakukan proses induksi (yang
rasanya lebih sakit dan lebih lama daripada saat melahirkan anak pertama saya)
lahirlah anak kedua saya yang bernama Ken Abizar Mahardika
Alhamdulillah..
Cerita lengkap tentang riweuhnya melahirkan saat pandemi ini dan bagaimana prosesnya akan saya lanjutkan pada part 2 ya, udah
kepanjangan nih :)
Intinya sih, jangan pernah bandingkan atau samakan kehamilan anak pertama, kedua dan lainnya ya moms. Karena setiap kehamilan itu
unik. Punya keistimewaan sendiri-sendiri. Saya yang mengira hamil dan
melahirkan anak kedua bakal lebih mudah dan cepat prosesnya, nyatanya tidak
juga. Mungkin kita jadi merasa lebih santai dan tidak
terlalu parnoan, tapi kalau dibilang hamil pertama paling sakit, hamil kedua
dan seterusnya pasti lebih mudah, itu mitos yah moms...
With Love,
Kikie